"Kun, tangi... ganti klambi sik!" Aku sing ngumbai kesel". Sambil bersungut-sungut kakaknya itu mengingatkan Coco Kuncung.
" mbok mengko sik tho!, lagi nanggung".
"Dikandani ngengkel!" (Dibilangin bandel)Kakak perempuannya terus mengomel tanpa henti, Coco Kuncung sebenarnya mengerti kalau kakaknya ini sayang padanya, tetapi untuk pikiran anak kelas 4 SD ia belum sampai dalam taraf menghadapi perasaan kakaknya yang lagi kesal. Meskipun begitu Coco Kuncung beranjak bangun dan melepas bajunya dengan memberengut. Disambarnya bakwan yang tergeletak di meja kayu, sambil melepas baju ia berjalan kearah sumur. Setelah ia meletakkan bajunya di jeding ia lalu berjalan ketimur kearah rumah wo Kerto. Ketika melewati rumah lik Warno ia berbelok kekanan dan mengintip Mas Mimik yang lagi mengetik skripsi dikamarnya, namun demikian ia dapat melihatnya dengan jelas dari jendela rumah itu. Setelah beberapa saat ia bertanya pada mas Mimik.
"Ngetik opo mas?"
"Ngetik skripsi". Jawab Mas Mimik acuh tak acuh, tanpa mempedulikan Coco Kuncung ia melanjutkan pekerjaannya. Namun demikian Coco Kuncung tidak juga beranjak pergi.
"Kok ngetik skripsi terus to mas? mbendino kok ngetik skripsi..... kuliah neng ndi to mas kowe?..Opo kuliahe ora lulus-lulus yo?"
Mendengar pertanyaan itu Mas Mimik jengkel dan mengusir Coco Kuncung pergi, langsung saja Mas Mimik menutup jendelanya. Coco Kuncung hanya dapat melihat dengan melongo dan tidak mengetahui kenapa Mas Mimik marah. Setelah jendelanya tertutup Coco Kuncung masih belum beranjak dari tempat itu, ia hanya mencoba membaca tulisan di jendela itu.
Setelah membaca beberapa baris ia lalu berjalan menuju pohon kedondong milik Wo Kerto,. Ketika dilihatnya Wo Kerto sedang berada didalam rumah, langsung saja ia mulai memanjat pohon kedondong itu. Tanpa kesulitan Kuncung telah berada diatas pohon, ketika didengarnya suara burung gagak berkaok-kaok diseberang Sungai Dengkeng ia tidak mempedulikannya. Bahkan saking asiknya ia tidak melihat Wo Kerto yang sedang pergi ke jamban, namun malang bagi Kuncung karena Wo Kerto telah melihatnya. Nenek tua yang terkenal bawel itu mendamprat Kuncung tanpa habis-habisnya, Wo Kerto menyuruh Kuncung untuk turun dari pohon.
"Bedug-bedug malah penekan, opo kowe ra krungu nuk gagak neng ndhuwur kali papah kae tho?"(Bedug-bedug manjat pohon, apa gak denger burung gagak diatas Sungai Papah).
"Gur manuk gagak'e kon ngapakne Wo?"(Cuma burung gagak aja mau diapakan Wo?"). Dengan entengnya Kuncung menjawab.
Tetapi Wo Kerto langsung menyahut.
"Hus! nek ono gagak kae mesti ono wong mati". (Kalauada burung gagak itu pasi ada orang meninggal). Sebenarnyalah Kuncung sering mendengar bahwa gagak itu sering dikaitkan dengan kematian seseorang di Paseban, tetapi ia merasa bahwa hal itu wajar. Tetapi tidak demiian dengan Wo Kerto, orang tua itu masih mempercayai hal-hal demikian. Bahkan setiap malam jumat kliwon ia masih melakukan kutuk ( ritual membakar kemenyan dan menaburkan bunga di setiap sudut rumah)
"Saben ndino yo mesti ono wong mati Wo, ngono wae kok repot". (Setiap hari pasti ada orang mati Wo, gitu aja kok repot). Kuncung langsung ngeloyor pergi meninggalkan nenek tua itu, tetapi Wo Kerto langsung memanggilnya.
"Kowe mbondot opo neng klambimu?". (Kamu bawa apa dibalik bajumu?)
"Dondong Wo". Jawab Kuncung dengan entengnya, dia memang mendapatkan tujuh buah kedondong yang disimpannya dibalik lipatan baju diperutnya.
"Kene gowo rene, ojo digowo!" (Bawa sini jangan dibawa!). Dengan muka masam Kuncung hanya bisa menurut, tetapi ia masih mencoba mempertahankan buah kedondong itu.
"Wo, kuwi rasae kecut banget lho!, opo meneh wetenge wong tuwo isoh bahaya kuwi!" (Itu rasanya masam sekali lho!, apa lagi perut orang tua bisa bahaya itu".
Sambil menerima kedondong itu Wo Kerto menjawab"Ooo iki dinggo putuku seko Solo"(ooo ini untuk cucuku dari Solo).
Tetapi Kuncung masih disisakan satu, itupun yang sedikit berlubang karena dimakan codot.
"Wedus!" Dalam hati Kuncung mengumpat tentang rangkaian kejadian yang menimpanya hari ini.
Burung gagak itu memang kadangkala bertengger diatas tempuran antara Sungai Dengkeng dan Sungai Papah, namun demikian sebagian orang tua mempercayai bahwa itu merupakan gagak pembawa kabar kematian.
Sakti juga coco kuncung, bisa metik buah dondong dari pohon belimbing
BalasHapusAssalamualaikum senang sekali saya bisa menulis dan berbagi kepada teman-teman disini, Awal mula saya ikut pesugihan, Karena usaha saya bangkrut dan saya di lilit hutang hingga 900jt membuat saya nekat melakukan pesugihan, hingga sutu waktu saya diberitahukan teman saya yang pernah mengikuti penarikan uang ghaib dengan Kyai.Sukmo Joyo dan menceritakan sosok Kyai.Sukmo Joyo, saya sudah mantap hati karena kesaksian teman saya, singkat cerita saya mengikuti saran dari pak.kyai saya harus memilih penarikan dana ghaib 1 hari cair dengan tumbal hewan dan alhamdulillah keesokan harinya saya di telepon oleh pak kyai bahwa ritualnya berhasil dana yang saya minta 3Milyar benar-benar masuk di rekening saya, sampai saat ini saya masih mimpi uang sebanyak itu bukan hanya melunaskan hutang ratusan juta bahkan mampu membangun ekonomi saya yang sebelumnya bangkrut, kini saya mempunyai usaha di jakarta dan surabaya yang lumayan besar, saya sangat bersykur kepada allah dan berterimakasih kepada pak. Kyai.Sukmo Joyo berkat beliau kini saya bangkit lagi dari keterpurukan. Jika ada teman-teman yang sedang mengalami kesulitan masalah ekonomi saya sarankan untuk menghubungi Kyai.Sukmo Joyo di 085219106237 agar di berikan arahan. Untuk lebih jelasnya bisa kunjungi situsnya Pondok Spiritual Al-Hikmah
Hapushttp://sukmo-joyo.blogspot.co.id/
Wakakakakakakk ^^^^^^ bajindul tenan ...aku salah ngetik.... sori pembaca budiman .... langsung direvisi!!!
BalasHapusCeritanya nggak serem yang ini!
BalasHapusSam, cerita yang lain dong, jangan yang hantu-hantuan terus
BalasHapus