Namun demikian ia tidak pernah terlibat dalam pertentangan yang sering terjadi didesanya. Joko Kethel adalah pemuda lajang yang tinggal bersama neneknya di dusun Pandean, sedangkan Soma Dabul tinggal bersama ayah dan adik-adiknya di desa Menden.
Sebenarnyalah diawal 90’an beberapa kali terjadi benturan anak-anak muda antar kalurahan di Kecamatan Bayat. Salah satunya yang paling sering bersinggungan dengan Kelurahan Paseban adalah kelompok pemuda dari Kelurahan Jothangan yang dipimpin jawaranya yang bernama Colo. Namun demikian pertentangan ini hanya sebatas kesalah pahaman semata dan hanya sebagian kecil anak muda yang terlibat.
Seringkali Joko Kethel dan Soma Dabul diminta untuk ikut terlibat dalam pertentangan itu, karena mereka berdua dianggap punya kelebihan kanuragan. Tetapi mereka berdua selalu menanggapi dengan berbeda, maka yang sering terjadi adalah kedua anak muda itu hanya berbicara dengan pemimpin pemuda lawannya & mendamaikan mereka yang terlibat langsung dalam perkelahian.
Setelah sampai di puncak pegunungan Jabalkat, Kethel mulai duduk bersila dan menyilangkan tangannya. Sambil bersyukur kepada Tuhannya dan memohon rahmat kekuatan ia memantapkan hatinya dan membuka seluruh panca inderanya dengan alam. Biasanya hal ini dilakukannya hingga tengah malam sebelum ia melakukan latihan fisik dengan memanfaatkan alam sekitarnya.
Ketika dirasa selesai maka ia membuka matanya dan mulai melemaskan otot-ototnya yang tegang, Joko Kethel melanjutkannya dengan berlari menuruni Gunung Gede (masih satu rangkaian dengan Jabalkat) melompati beberapa parit yang menyerupai jurang-jurang sempit. Namun demikian ia sadar kalau sampai terjatuh atau terpeleset maka ia akan cedera berat atau bahkan nyawanya akan terlepas.
Setelah beberapa kali ia bolak balik Joko Kethel sampailah pada jurang yang dirasa paling berat, beberapa kali ia sudah melompatinya namun sekarang tenaganya mulai susut dan kakinya sedikit terasa pegal dan lemah. Dengan sisa tenaganya Joko Kethel dapat melompatinya juga biarpun dengan berguling beberapa kali.
Sambil tersenyum Joko Kethel membenahi rambutnya dan mula berjalan santai karena dirasanya latihannya hari ini selesai. Namun tiba-tiba didepannya muncul bara api yang besar seperti menghalanginya. Namun demikian ia tetap tenang, jika bukan Joko Kethel yang mengalaminya pastinya akan lari tunggang langgang. Didalam hati ia merasa bahwa ini bukan bara api yang sewajarnya. Sebagai seorang berhati mantap, ia memutuskan untuk berdiri menunggunya dan berharap bara api aneh itu menghilang dengan sendirinya. Tetapi apa yang ditunggu Joko Kethel itu tidak terlaksana karena bara api itu semakin membesar.
Dalam keheranannya Joko Kethel semakin jelas melihat bahwa bara api itu berasal dari kepala sesosok aneh yang mulai berdiri. Sosok itu berbentuk seperti raksasa dalam pewayangan, dalam hati Joko Kethel membatin bahwa dia telah melihat sosok banaspati, orang-orang tua didesanya sering bercerita bahwa di Gunung Gede ini sering muncul makhluk ini. Namun demikian Kethel mencoba untuk menghindarinya dan berbalik arah untuk mengambil jalan lain.
Tapi yang dilihatnya sungguh aneh dan sangat menyesatkan. Dengan hati berdebar ia memperhatikan jurang yang baru saja ia lompati telah berpindah tempat ketempat lain, atau tepatnya telah tertukar. Tempat yang semula padang rumput menjadi jurang dan sebaliknya. Untuk sesaat ia merasa ada yang tidak beres dengan matanya, maka dari itu Kethel memejamkan mata sejenak, lalu memusatkan panca inderanya.
Dengan demikian Kethel mencoba melihat dengan pemusatan pikiran. Ketika matanya membuka maka dilihatnya keadaan telah pulih dengan sediakala, jika ia tergesa-gesa apalagi panik ketika melihat banaspati itu maka ia akan mendapatkan celaka.
Sungguh gangguan yang mendebarkan jantung, dalam hati ia bersyukur karena telah terhindar dari marabahaya yang orang lain mungkin tidak pernah mengalaminya. Banaspati menurut anggapannya adalah hantu yang sangat berbahaya, mungkin setara dengan hantu keblak yang mengganggu dengan memunculkan pandangan semu. Ia masih membayangkan jika orang itu adalah orang yang berhati lemah dan kosong, tetapi orang yang berhati lemah dan penakut tidak akan lari turun naik gunung seperti dirinya.